Selasa, 17 Maret 2009

Sastra Indonesia dan Sastra Dunia: Persaingan di Era Globalisasi

Sastra Indonesia dan Sastra Dunia: Persaingan di Era Globalisasi

Karya Derri Ris Riana, S.S.


Era globalisasi memberi dampak positif dan negatif dalam kehidupan berbangsa. Dampak positif yang muncul, yaitu persaingan di berbagai bidang kehidupan yang semakin ketat dan kesempatan yang semakin luas untuk lebih maju dan berkembang. Namun, apabila tidak mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya, kita akan terlindas oleh persaingan global yang semakin berkembang pesat dan tidak terelakkan.
Dampak globalisasi yang tidak terelakkan tersebut juga berlaku pada sastra Indonesia. Agar tetap eksis, sastra Indonesia harus dapat memosisikan diri di antara sastra dunia lainnya yang lebih dominan, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, kita perlu menonjolkan sifat khas atau etnik sastra Indonesia. Hal tersebut tidaklah mudah untuk dilakukan karena pengaruh budaya barat yang semakin kuat dalam berbagai bidang, khususnya dalam interaksi sosial dan budaya. Pada saat ini generasi muda lebih memilih untuk mengadopsi budaya barat daripada menggunakan budaya Indonesia, misalnya dalam hal berpakaian, berbicara, dan bertingkah laku. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi, budaya Indonesia akan terkikis oleh budaya barat. Pengaruh budaya global dapat ditangkal dengan menanamkan ideologi budaya melalui pembelajaran sastra sejak dini. Melalui sebuah karya sastra kita dapat melihat dan memahami budaya suatu masyarakat. Rekaman budaya masyarakat tersebut menjadi pegangan bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi dan menjalani kehidupan di era globalisasi.
Sastra Indonesia menampilkan kekhasan budaya Indonesia. Dari tangan sastrawan Indonesia, potret Indonesia ditampilkan dengan gambaran yang jelas, baik budayanya maupun kondisi alamnya yang khas tropis. Selain itu, pola perilaku masyarakat dan adat istiadatnya dapat terlihat dari sastra Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang berasal dari keanekaragaman suku-suku yang ada di Indonesia, seperti suku Dayak, suku Asmat, dan suku Jawa. Selain itu, negara ini juga memiliki kekayaan alam yang melimpah, seperti batubara, minyak bumi, dan gas yang dapat dikelola dengan baik. Semua hal tersebut dituangkan dalam karya sastra sehingga masyarakat dunia dapat mengenal Indonesia secara utuh.
Salah satu bukti bahwa karya sastra Indonesia dapat dikatakan mendunia adalah banyak karya sastra Indonesia yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu sastrawan besar di Indonesia yang telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing. Bahkan novelnya yang berjudul Bumi Manusia yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang telah dicetak sebanyak 2000 eksemplar. Hal tersebut menunjukkan bahwa karya sastra Indonesia juga diminati oleh bangsa lain. Sebagai wujud pengakuan dunia linternasional terhadap karya Pramoedya adalah ia pernah masuk nominasi untuk menerima Hadiah Nobel Sastra. Selain itu, ia juga menerima Norwegian Authors' Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia dan mendapat bintang jasa "Légion d'Honneur" dari pemerintah Perancis. Selain Pramoedya Ananta Toer, sejumlah novel karya Putu Wijaya, seorang dramawan kondang Indonesia, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia sekitar tahun 70-an. Kebanyakan karya-karya sastra yang berhasil mendunia rata-rata adalah karya sastra yang mengangkat jati dirinya sendiri dan sangat kental dengan warna budaya lokalnya. Ramadhan K.H., penulis puisi, novel, dan cerpen, merupakan penulis yang mengangkat lokalitas daerahnya dalam buku kumpulan sajak Priangan Si Jelita. Bahkan, kumpulan sajak yang mengungkapkan kecintaannya terhadap Tanah Priangan, Sunda tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Jerman, Spanyol, dan Jepang. Generasi penulis pada saat ini juga tidak kalah dengan pendahulunya dalam hal kualitas, misalnya Ayu Utami. Diterbitkannya novel Saman karya Ayu Utami edisi bahasa Perancis menunjukkan adanya peluang bagi sastra Indonesia di Perancis.
Untuk bersaling dengan sastra barat lainnya, selain karya sastra Indonesia yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, karya sastra Indonesia banyak juga yang mengandung unsur lintas budaya. Fira Basuki adalah salah satu penulis yang sering menampilkan latar tempat yang lintas budaya sehingga memberikan kesempatan pada buku ini untuk diterjemahkan ke berbagai bahasa tanpa kehilangan rasa dan kedalamannya. Novelnya yang berjudul Jendela-jendela yang telah diterjemahkan ke versi bahasa Inggris dengan judul Windows mengambil latar tempat di Amerika, Singapura, dan Vietnam. Dengan demikian, novel tersebut kaya akan kekhasan budaya di negara-negara tersebut. Selain Fira Basuki, novel Andrea Hirata yang berjudul Edensor, novel yang termasuk dalam tetralogi Laskar Pelangi yang fenomenal, juga terdapat unsur lintas budaya. Novel Edensor tersebut menceritakan perjalanan dan pengalaman tokoh utamanya yang bernama Ikal dalam menempuh pendidikan Prancis. Ikal yang diceritakan sebagai seorang backpacker ini mengelilingi wilayah Eropa bersama dengan teman-temannya. Andrea Hirata mendeskripsikan tempat dan budaya di wilayah Eropa tersebut dengan sangat lugas dan bahasa yang sangat menarik.
Indikasi lain bahwa sastra Indonesia telah mendunia adalah di Singapura karya sastra Indonesia telah diajarkan di sekolah-sekolah menengah pertama dan menengah atas dan buku-buku sastra Indonesia pernah dijadikan buku teks sastra dan rujukan khusus untuk kajian sastra Melayu modern. Selain itu, di Korea sastra Indonesia dijadikan sebagai bahan jenjang untuk S-2 dan S-3, antara lain karya YB Mangunwijaya, WS Rendra, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer dan Umar Khayam
Untuk memosisikan sastra Indonesia dengan baik di dalam era globalisasi, terlebih dahulu masyarakat Indonesia harus lebih mengenal dan mencintai sastra Indonesia. Dengan mengenal dan memahami sastra, lambat laun kita dapat semakin mencintai dan memahami sebuah sastra. Untuk itu, perlu adanya pemasyarakatan karya sastra bagi masyarakat Indonesia. Pemasyarakatan sastra Indonesia dapat berupa penyediaan bahan bacaan sastra yang memadai, baik di perpustakaan di lingkungan sekolah, perpustakaan umum, maupun di toko-toko buku. Selama ini buku sastra belum banyak tersedia di tempat-tempat tersebut sehingga masyarakat kurang mendapat informasi mengenai sastra Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan dalam penerbitan buku sastra sehingga minat baca masyarakat yang semakin besar terhadap sastra dapat tersalurkan.
Selain itu, para pelajar dan mahasiswa selaku generasi muda perlu dirangsang untuk menciptakan karya sastra, seperti puisi, cerpen, novel, dan naskah drama. Untuk itu, perlu suatu wadah bagi mereka untuk dapat menampung kreativitas mereka dalam bidang sastra, seperti sanggar sastra, sehingga bakat mereka dapat tersalurkan. Peningkatan apresiasi terhadap karya sastra dapat juga dilakukan melalui lomba-lomba yang berkaitan dengan sastra, seperti lomba baca puisi, lomba cipta cerpen, serta pementasan teater. Lomba-lomba tersebut dapat mendorong kreativitas dan meningkatkan apreasiasi masyarakat terhadap sastra. Dengan mencintai dan menghargai sastra Indonesia, diharapkan sastra Indonesia dapat bertahan dalam persaingan dengan sastra dunia.



Tidak ada komentar: